Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

Cerpen The Prince, The Princess, & Mis Cinderella ~ 10 {Update}

Acara ngerpain blog. Yah terpaksa, sama seperti kata om mario barusan di Tv barusan. "Terpaksa kaya". So ya begini lah jadinya. Di update lagi. ^_^


“Hufh”

Untuk kesekian kalinya aku menghembuskan nafas berat sambil terus melangkah memasuki halaman kampus. Sebenarnya sejak tadi malam aku sudah berfikir untuk libur kuliah saja hari ini, tapi karena memikirkan tidak ada yang bisa ku lakukan di kostan, apalagi aku memang tinggal sendiri akhirnya aku nekat tetap datang. Bukannya apa, hari ini aku merasa ada firasat tidak enak. Aku takut kalau sampai kevin membuat rencana yang aneh – aneh. Apa lagi tingkahnya sejak beberapa hari ini memang sudah aneh.


Tepat saat aku melewati lorong kelas tak sengaja mataku menangkap sosok kevin yang tampak berjalan sedikit pincang?. Dan kenapa tangan sama kepala nya di perban?. Astaga, Kenapa lagi sama tu anak. Tanpa pikir panjang langsung saja ku hampiri.

“Ya ampun kevin, loe kenapa?” tanya ku langsung. Jujur saja, walau aku masih kesel tapi aku tetap merasa benar - benar khawatir akan kondisinya saat ini.

Bukannya menjawab kevin justu menatap ku aneh. ayolah, tidak ada jerawat di wajahku. (???).

“Loe kenapa?. Aneh banget” kata kevin terdengar,.... meledek?.

“Aneh, Gue itu khawatir sama loe. Loe kenapa sampe kayak gini. Jalannya timpang, kepala juga di perban. Tangan malah di lilit-lilit. Loe abis berantem ya?” tanya ku lagi.

“Nggak usah sok peduli deh”.

“Gue bukan sok peduli. Tapi gue memang peduli” geram ku kesel.

Masa sedari tadi aku ngomong di cuekin. Dan lebih kesel lagi saat mendapati tanggan Kevin yang terulur menyentuh kening ku. Ya ampun, yang keliatan jelas – jelas sakit itu kan dia.

“Yang sakit itu elo” protes ku sambil menepis tangan Kevin.

“Justru itu yang gue heran. Perasaan yang ketabrak itu gue, kok kayaknya pikiran loe yang bergeser” ujar kevin terlihat heran.

“Apa?. Loe ketabrak?” ulang ku kaget.

Kali ini bukan kaget, tapi juga heran. Kok kevin malah menatap aku dengan pandangan aneh, bahkan bukan hanya kevin tapi juga keempat cecunguk yang mengikutinya.

“Loe lagi akting memberikan perhatian lebih layaknya pacar gue beneran ya?”.

“Ha?” mulutku lebar.

Jezz. Aku lupa. Saat ini aku kan jadi ‘Riani’ bukan nya si ‘Andre’. Ya tuhan, aku bodoh banget si. Jelas saja semuanya heran melihat aku perhatian sama Kevin. Hado, kacau – kacau. Dan belum sempat aku menemukan cara untuk menghadapi semuanya ucapan kevin kemudian lebih terdengar mengagetkan.

“Tapi Ya sudah lah. Sepertinya ini juga bukan hal yang buruk. Karena loe sekarang jadi ‘pacar’ gue, sudah selayaknya loe perhatian. Kalau gitu, bantuin gue sekarang. Antarin gue kekelas”.

Dan tanpa basa – basi, kevin dengan seenak jidatnya menarik ku mendekat. Melingkar kan tangannya di pundak ku.

“Kenapa malah bengong. Ayo jalan. Kaki gue sakit nie, makanya gue sepertinya butuh bantuan untuk menuju kekelas” ujapan kevin selanjutnya menyadar kan ku yang terpaku.

“Loe...” Geram ku. Jika menurut kan hati ingin sekali tangan ini...

“Kepala gue sakit, loe nggak liat diperban gini. Kalau sampai loe tambah dengan jitakan yang ada gue bisa gegar otak beneran. Dan sepertinya itu akan berakibat buruk buat hidup loe kedepannya. Yah, loe tau kan siapa keluarga gue”.

Kali ini aku menatap sinis kearah wajah Kevin yang berjarak tidak lebih dari sejengkal. Mana dia sedang menatap sambil sok – sokan memasang tampang polos lagi. Membuat ku ingin sekali menginjak...

“Dan kaki gue juga pincang. Jadi kalau sampe loe injak yang ada gue nggak bisa jalan. Memangnya loe sanggup mengendong gue” tambah Kevin lagi.

Hei, memangnya dia bisa membaca pikiran ya?. Kenapa dia tau apa yang sedang aku pikirkan?. Karena tabrakan kemaren kah?

“Nggak usah sok kaget dari mana gue bisa tau. Semua rencana ‘keji’ loe itu sudah tertulis jelas di jidat loe. Sekarang yang penting loe bantuin gue. Loe kan pacar gue. Ayo jalan” Kata Kevin lagi sambil mulai melangkah. Mau tak mau, aku terpaksa menurut. Memangnya aku bisa apa lagi?.
Cerpen Remaja The Prince

Dentingan bunyi sendok dan piring yang beradu terdengar jelas. Tapi aku sama sekali tak perduli. Yang jelas aku sedang kesel kesel kesel. Kalian tau kenapa?. Ini karena sehari ini aku harus menemani si kevin. Berada di dekatnya layaknya pembantu. Inget ‘pembantu’ bukan pacar. secara mana ada seorang pacar yang menelpon pacarnya sendiri di saat sedang belajar dan harus membolos untuk datang menemui segera hanya untuk mengambilkan pulpennya yang jatuh dan ia tidak dapat mendunduk karena tangan dan kakinya sakit.

Ho ho ho, saat itu juga jika menurutkan hati ingin sekali aku langsung menjitak kepalanya biar gegar otak sekalian. Terus lupa ingatan dan urusan kita selesai. Tapi sayang saat itu terlalu banyak saksi yang membuatku membatalkan niatku, walau pun sebenarnya jika tidak ada orang pun aku tidak mungkin melakukannya. Secara enak saja, masa ia gadis seimut saya tega menganiaya...

“Sampai kapan mau loe aduk – aduk. Gue udah lapar. Loe niat bantuin nggak si?”

Mendengar itu aku segera menoleh. Menatap tajam kearah kevin yang malah pasang wajah sok imut tepat di hadapan ku. Kalian tau aku saat ini ada di mana?. Nggak usah di tebak, langsung ku kasih tau kok. Saat ini aku, ehem maksutnya kami. aku dan kevin, sedang duduk di kantin kampus. Aku di ‘paksa’ untuk membantunya makan. Menyuapi lebih tepatnya dengan alasan tanggan dia sakit. Huwa...

“Gue beneran sudah lapar riani. Tidakah loe kasian sama gue selaku seorang pacar” tanya kevin lagi masih tetap dengan tampang imutnya yang justru malah membuat ku merasa horor.

“Kevin. Please deh, loe hari ini benar – benar menyeramkan”.

“He?” kening Kevin tampak berkerut heran.

“Gue kan tersenyum. Terus sakit lagi, jadi mana mungkin gue bisa ngejahilin loe. Kenapa gue malah terlihat menyeramkan” sambung kevin protes.

“Nah justru karena loe tersenyum serta sok polos itu lah yang membuat semuanya makin serem. Loe kan nggak biasanya kayak gini. Nggak nggak nggak, maksut gue. Nggak pernah. Bahkan dulu waktu gue ancam sekalipun, loe aja nggak kayak gini”.

“Ha ha ha” kevin malah ngakak. Kali ini gantian aku yang bingung. Memangnya ada yang lucu ya.

“Loe kan sekarang jadi pacar gue, tentu saja gue harus baik sama loe?”.

“Ha?”.

“Eh tau nggak, loe pernah denger pepatah “Mustahil orang baik rezekinya buruk?” tanya kevin kemudian.

Aku hanya membalas dengan gelengan.

“Maksut loe, loe nggak pernah denger tu pepatah?”.

“Bukan, maksut gue, gue nggak tau kalau itu ada hubungannya sama loe”.

“Hem...” kevin terlihat berpikir. “Memang nggak ada si?” sambungnya beberapa saat kemudian.

“Terus?”.

“Nggak ada terusannya. Gue Cuma mau ngomong aja. Memangnya nggak boleh?. Mulut – mulut gue ini”.

Kali ini aku beneran melongo. Dan aku yakin seratus persen pasti kercelakaan kemaren membuat pikiran kevin bergeser.

“Yang jelas sekarang gue lapar. Lagi pula sejak kapan piring dan sendok berganti status jadi drum. Dari tadi loe pukul pukul mulu”.

“Loe....”

“Kenapa?” tanya kevin heran karena aku tidak melanjutkan ucapanku.

“Nggak pentes jadi orang baik”.

“Terserah loe aja deh. Loe boleh tetap menganggap gue sebagai penjahat. Tapi Penjahat yang baik”.

“ha?” lagi – lagi aku melongo. Ya ampun ini orang. Mana ada penjahat yang baik. Dari kalimatnya aja sudah kedengaran janggal. Apalagi...

“Loe jadi nyuapin gue nggak si. Gue udah beneran laper nie”

Untuk sejenak aku teriam. Menatap sinis kearah Kevin. Tapi tak urung akhirnya ku angkat sendok makanan ini dan menyuapkannya ke mulut nya. Ya tuhan, sebenarnya permain apa yang sedang di persiapkan oleh dia?......
Ana Merya
Ana Merya ~ Aku adalah apa yang aku pikirkan ~