Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

Cerpen Cinta | Rasa Yang Tertinggal Ending

Akhirnya cerpen Rasa yang tertinggal bisa ending juga. Ngomong ngomong, walaupun sudah ending cerpen ini bisa juga di jadikan sebagai kisah before story untuk karya selanjutnya lho. Tepatnya itu cerpen tentang rasa yang kebetulan emang gabungan dari cerpen ini dan cerpen tentang aku dan dia. Untuk jelasnya baca sendiri aja.

Oh iya, hampir aja lupa. Untuk yang belum baca bagian sebelumnya mendingan baca dulu. Biar nyambung sama jalan ceritanya gitu. Biar gampang bisa langsung lewat sini.

Rasa Yang Tertinggal
Rasa Yang Tertinggal

Ceritakan tentang seorang wanita yang ditinggalkan kekasihnya
Dan dia menangis dalam pelukanku, kusadar dia bukan miliku.
Dia bercerita tentang kekasihnya, yang telah pergi meninggalkannya
Dia bercerita tentang kekasihnya, yang telah pergi menutup mata.
Kekasihnya telah pergi meninggal kan dia.
Tinggal deraian air mata.
Sesungguhnya ku tak rela melihat dia terluka
Jadikan aku pengantinya.
________ By _ kangen band


*** Cerpen Cinta | Rasa yang tertinggal ***
Sepi. sepi, tenang dan sunyi. Hanya ada hembusan angin yang berhembus pelan. Seolah ikut merasakan kepediahn sepasang anak manusia yang masih terisak di depan gundukan tanah yang masih basah di sebuah area pemakaman.

“Udah Al, ayo kita pulang. Relain dia pergi dengan tenang,” walaupun sesungguhnya rasa sakit masih sangat ia rasakan tapi ia tau. Ia tidak boleh terlalu terhanyut kedalamnya karena ia sadar saat ini Alan pasti merasakan berkali – kali lipat sakitnya.

“Kenapa harus dia yang pergi?” tanya Alan yang lebih tepat jika disebut rintihan.

“Al, maafin gue..." hanya kata itu yang mampu ia ucapkan. Walau tak urung ia juga merasakan pertanyaan yang sama. Kenapa harus sahabatnya yang pergi? Kenapa gadis itu harus menyelamatkanya yang justru malah mencelakakan dirinya sendiri?

“Kenapa? Kenapa harus dia yang pergi? Kenapa dia harus pergi tanpa mendengarkan alasan gue. Alasan kenapa gue lebih memilih orang yang gue cintai?" rentetan kata keluar dari mulut Alan. Septia, yang sedari tadi menemaninya bahkan setelah para pengunjung lain pergi hanya mampu menutup mulutnya. Meredakan tangis yang sedari tadi ia bendung.

"Gue milih orang yang gue cintai adalah karena orang itu adalah sahabat gue sendiri. Tapi kenapa dia harus pergi tanpa tau kalau orang yang gue cintai itu dia? Kenapa Tifany harus pergi tanpa tau kalau gue mencintainya," isak Alan menumpahkan kepedihan dan penyesalannya.

“Al, Please jangan kayak gini..." Septia ikut berlutut di samping Alan yang masih duduk terisak.

“Gue cuma pengen dia tau Sep. Dan gue juga ingin tau, gimana perasaan dia selama ini?” rintih pria itu tak bertenaga.

Septia terisak. Sebelah tanganya ia gunakan untuk menyeka air mata sementara tangan yang lain ia gunakan untuk membuka tas. Mengeluarkan sebuah buku berwarna pink dari dalam baru kemudian ia sodorkan kearah Alan sembari mulutnya berujar. "Dia cinta sama loe Al."

Kalimat itu tak urung membuat Alan menoleh. Tak mengerti dengan maksut ucapannya. Lebih heran lagi ketika melihat diary yang Septia tujukan untuknya.

"Tifany suka sama loe. Dia beneran suka sama loe. Dia ingin loe bahagia karena dia pikir loe beneran suka sama gue. Al, maafin gue... Gue... Hiks hiks hiks," Septia tidak sangup menyelesakan ucapannya. Akhirnya ia memilih meraih tangan Alan, meletakan buku itu tepat di tangannya. Saat itulah Alan mulai mengerti. Cover diari itu bertuliskan nama Tifany. Dengan tangan bergetar di raihnya benda tersebut. Membuka satu demi satu lembarannya. Kata yang tertera membuat penyesalanya makin terasa berkali kali lipat.

“Ayo Al. Kita pulang,” bujuk septia lagi.

Kali ini Alan mengalah. Dengan berat hati ia beranjak dari duduk dengan bantuan Septia yang memapahnya. Tenaganya terkuras habis. Namun sebelum benar benar berlalu, dikeluarkannya sebuah kotak kecil dari dalam saku baru kemudian di buka dengan perlahan. Sebuah lionti bintang kini ada di tangan. Dengan hati - hati ia letakan benda tersebut di atas batu nisan. Batu nisan yang dengan ukiran nama Tifany di atasnya. Lengkap dengan tanggal lahir dan wafatnya. Untuk sejenak ingatannya kembali ke saat ia bersama Tifany beberapa waktu yang lalu. Saat ia menanyakan alasan kenapa Tifany menganggap kalau liontin itu menarik.

“Karena liontin ini berbandul bintang. Bintang yang akan mengingatkan pada seseorang. Bahwa walaupun jauh, ia tetap bercahaya. Walaupun kadang menghilang, ia selalu ada. Tak mungkin di miliki, Tapi tak bisa di lupakan. Dan akan selalu ada didalam hati kita."

'Seperti sahabat', dua buah kata yang Alan temukan sebagai tambahan di akhir buku diary Tifany.

“Sahabat. Bahkan sampai akhir status kita tetap sebagai sahabat. Tapi gue tetep pengen minta maaf sama loe. Sebuah kata maaf yang tidak sempat gue ucapkan ketika loe masih hidup. Maafin gue Fan, yang terlalu bodoh telah nyaitin elo."

“Cukup Al, ayo kita pulang,” ajak Septia sambil menarik tangan Alan. Atau menyeret lebih tepatnya. Ia sudah tidak tahan. Hatinya terlalu sakit bila terus berada di sana. Berjuta penyesalan ia rasakan. Menyesali kebodohannya dan Alan akan permainan mereka selama ini. Dari awal ia dan Alan memang sengaja melakukan kebodohan ‘ cokelat ‘ hanya untuk mencari tau tentang perasaan Tifany yang sesungguhnya. Namun sayangnya, saat mereka sudah menemukan jawabannya, Tifany sudah terlanjur pergi. Terlanjur pergi meninggal kan sebuah rasa. ‘Rasa Yang Tertinggal'.

Ending...

Detail Cerpen

Ana Merya
Ana Merya ~ Aku adalah apa yang aku pikirkan ~

5 comments for "Cerpen Cinta | Rasa Yang Tertinggal Ending"

  1. Replies
    1. Mantap?...
      Apa nya?. he he.
      Ma kasih ya udah berkunjung.

      Delete
  2. huhu, sad ending, jd sedih pas bacanya, padahal udah ngarep alan jadia sama tiffany

    ReplyDelete
    Replies
    1. Sedih ya?...
      Tadinya juga pengen gitu.
      Tapi gak jadi, Soalnya tiba - tiba ada ide buat gabungin semua cerpen. Terpaksa deh harus ada yang jadi korban. (???).
      he he

      Delete
  3. Bisa dibuatkan cerita yang idenya berasal dari sebuah kecelakaan yang membuat seorang tukang ojeg harus beristri 2

    ReplyDelete

Belajar lah untuk menghargai sesuatu mulai dari hal yang paling sederhana...