Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

Cerita Pendek "mungkinkah"

Santai sembari dengerin musik yang mengalun di youtube kadang emang bisa memberikan inspirasi tersendiri. Buktinya cerita pendek mungkinkah ini bisa tercipta. Yah walau sekilas terlihat kayak nggak mungkin banget bisa menjadi nyata. Tapi ya gimana lagi. Namanya juga cerpen bebas ya kan?

So, buat yang udah penasaran sama cerpen ini mendingan langsung baca aja deh guys. And buat yang udah baca, jangan lupa ya tinggalin kritik sama sarannya. Biar kedepannya bisa nulis lebih baik gitu....

Star Night
Mungkinkah?

"Hoam....."

Thalita segera merengangkan otot - otot tubuhnya. Dipandanginya sekeliling dengan kondisi kesadaran yang masih di bawah rata rata. Sejenak di kucek - kucek matanya, Kenapa rumput semua ya?. Mungkinkah ia sedang bermimpi. Otaknya segera ia paksa untuk berkerja dengan kekuatan penuh ala Jimmy Neutron. Setelah beberapa saat barulah ia ingat. Tadi ia kan emang sengaja bolos dan memilih menyendiri di taman belakang kampus karena matanya benar - benar ngantuk. Pasti karena tadi malam ia hanya sempat tidur kurang dari tiga jam demi untuk menyelesaikan membaca novel romantis favoritnya.

"Hoam...."

Sekali lagi mulutnya terbuka lebar untuk menghilangkan sisa - sisa rasa mengantuknya.

"Masa cewek dengan santai tidur di bawah pohon, juga menguap selebar itu.”

Refleks Thalita menoleh. Tak jauh darinya tampak seorang anak manusia berjenis kelamin cowok duduk tak jauh darinya yang kini sedang menatapnya lurus. Dahi Thalita juga tampak berkerut tanda heran. Perasaan tadi tidak ada siapa - siapa. Jangan jangan.....

"SETAN!!!!!!" jerit Thalita sekenceng - kencengnya sebelum kemudian sebuah tangan membekap mulutnya rapat - rapat.

"Nggak ada setan di dunia ini yang sekeren gue.”

Suasana hening. Sebenernya Thalita masih ingin menjerit tapi karena mulutnya masih di pikep (???) ia hanya mampu menjerit dalam hati. Kemudian dengan cepat ia majukan wajahnya sehingga kini wajah mereka hanya berjarak tak kurang dari sejengakal.

"Loe yakin loe keren?" tanya Thalita sambil memperhatikan sosok yang ada di depannya dengan seksama.

"Tapi kalau di lihat dari deket gini kok kayak banyak jerawatnya ya?" sambung Thalita lagi tetap dengan memasang wajah 'polosnya.

Bekapan mulutnya kontan terlepas. Cowok itu juga dengan cepat memundurkan wajahnya. Berusaha memperjauh jarak diantara mereka. Setelah beberapa saat terdiam, ia segera bangkit berdiri dan berlalu pergi. Tapi sebelum itu Thalita masih mampu mendengar gumaman lirihnya.

"Dasar cewek aneh.”

Thalita hanya mencibir. Dalam hati membalas "Loe lebih aneh, udah muncul tiba - tiba. Sok - sokan narsis lagi. Huuu...”

Begitu sang cowok hilang dari pandangan, Thalita segera bangkit berdiri. Matanya menatap kekanan dan kekiri. Sepi. Sepertinya kelas sudah berakhir. Akhirnya gadis itu memutuskan untuk segera pulang kerumah.

Keesokan harinya dengan mindik - mindik (???) Thalita mengintip kelasnya dari jendela. Hado..... Dosen kepala botaknya sudah nangkring di depan kelas. Itu artinya ia sudah jelas - jelas terlambat. Digigitnya ujung kuku jari telunjuk. Kebiasaan yang sulit ia hilangkan jika sedang berpikir. Akhirnya di putuskan, dari pada dimarahin karena terlambat mendingan nggak usah masuk sekalian. Saat ia berencana untuk berbalik pergi terdengar suara bisikan yang terdengar tak jauh dari telinganya.

"Hayo... Mau bolos lagi ya?"

Thalita menoleh. Kedua matanya yang bulet dan bening itu tampak berkedip - kedip. Mulutnya masih terkunci. Antara kaget dan shock. Tapi beberapa saat kemudian.

"SETAN!!!!!"

Jeritan yang ia lontarkan tidak hanya membuat sosok yang ada dihadapannya terlonjak kaget tapi juga seisi kelas yang langsung menoleh kearahnya. Dengan cepat sebuah tangan membekap mulutnya yang masih mengeluarkan suara yang berpotensi membuatt seseorang terpaksa berusuran dengan dokter THT.

"Gue pernah bilang, nggak ada Setan di dunia ini yang sekeren gue," kata Cowok di hadapanya yang tampak kesel akan rekasinya yang dinilai bener - benar berlebihan.

"Terus kenapa loe bisa muncul tiba - tiba?" tanya Thalita setelah berhasi melepaskan bekapan mulutnya.

"Bukan gue yang datang tiba - tiba, tapi elo yang selalu terlambat menyadarinya.”

Mulut Thalita sudah terbuka, siap mau balas. Tapi suara si Master botak sudah terlebih dahulu menginteruspinya.

"Ehem... ehem... ehem...."

"Eh, Bapake theneng nang kene...?"

Saking saltingnya bahasa nenek moyang keluar. Untuk sejenak Thalita terdiam mendapati kening orang - orang di sekelilingnya yang terlihat berkerut bingung. Dan ia hanya mampu tersenyum kaku tanpa ada niatan untuk menjelaskan arti ucapannya barusan.

"Thalita, kamu kenapa?"

"Oh tadi dia mau bolos pak. Untung ketahuan sama saya.”

Thalita menoleh. Tatapan tajam setajam silet ia lemparkan, Tapi yang ia dapatkan hanya balasan senyum tiga jari ala kelinci. #Emang ada?

"Enggak kok pak. Beneran saya nggak mau bolos. Sumpah jadi orang kaya saya ngomong jujur. Ini orang aja pak. Yang nggak tau siapa, dari mana datangnya, serta di ragukan wujudnya kalau ngomong suka ngasal," balas Thalita cepat. Saking cepatnya sampai mengucapkannya juga hanya dengan satu tarikan nafas. Hebat.....

"Apa benar begitu?"

Kali ini Thalita hanya membalasnya dengan anggukan kepala.

"Bener pak, tadi itu saya cuma telat. Makanya rencananya saya malah nggak masuk sekalian. Eh malah ketauan," terang Thalita terdengar mengeluh.

Untuk beberapa saat suasana hening sampai tiba - tiba cowok yang tadi memergokinya tertawa nggakak disusul oleh hampir seluruh penghuni kelasnya. Thalita masih terdiam sekaligus heran. Tapi begitu mendapati tatapan tajam dari makhluk botak dihadapannya baru lah ia menyadari ucapannya barusan. Dan ia hanya mampu memberikan senyum kaku sekaku kakunya. Dalam hati ia meratap.

"Emang menderita punya otak pas - pasan. Sama menderitanya seperti saat sampai di terminal, pas keretanya berangkat.”


"Hufh..."

Tanpa memikirkan rumput yang kotor, atau celana yang ia pakai akan terkena debu, Thalita mendaratkan tubuhnya dengan santai. Di usapnya keringat yang menempel di wajahnya hanya dengan ujung bajunya tanpa perlu repot - repot mengeluarkan sapu tangan dari sakunya. Cape?. Tentu saja!. Karena insident yang terjadi tapi pagi, saat ini ia harus berada di halaman kampusnya lengkap dengan sapu lidi di tangannya. Tentu saja bukan untuk tidur, melainkan harus menyapu daun - daun yang dengan kurang ajarnya berguguran mengotori halaman sebagai hukuman.

"Cape? Nih minum," sebuah potol pocari sweet tiba - tiba nongol di hadapannya. Tanpa komando mulutnya langsung terbuka untuk berteriak.

"SET........!!!!"

"Harus berapa kali si gue bilang gue bukan setan," rutuk sosok yang tadi mengulurkan minuman itu sambil duduk di samping Thalita dengan santai. Nggak bisa di bilang santai juga si sebenernya. Karena kedua tangannya tampak sedang di gunakan. Yang satu untuk memegangi botol, dan yang satunya membekap mulut Thalita seperti biasa.

"Kalau loe emang bukan setan kenapa loe selalu muncul di hadapan gue dengan tiba – tiba?" tanya Thalita kesel.

"Bukan gue yang tiba - tiba, tapi elo yang tidak pernah berusaha menyadarinya.”

Thalita terdiam. Perasaannya aja atau memang kalimat itu punya arti yang lain. Arti yang lebih mendalam gitu. Apalagi kalimat itu di ucapkan dengan pandangan yang menerawang jauh. Seperti orang yang lagi sedih.

"Thalita, gue suka sama loe....”

"Mustahil. Kita baru kenal. Ralat, gue nggak kenal sama loe," balas Thalita cepat. Secepat yang bisa ia lakukan tanpa perlu berpikir sama sekali. Lagian mana ada orang yang ngaku suka dengan ekpresi sesantai itu.

"Itu karena loe nggak mau kenal sama gue. Loe nggak tau kan kalau selama ini gue selalu di samping loe. Memperhatikan dan mengagumi, dan mengikuti dari jauh. Gue tau semua tentang loe. Apa yang loe suka, kebencian loe akan hujan. Bahkan gue tau kebiasaan loe yang suka menggigit kuku jari di saat bingung.”

Mulut Thalita terbuka tanpa suara. Maksutnya....

"Secret admirer," sebelum Thalita sempat menebaknya, cowok itu sudah terlebih dahulu mengungkapkannya.

"Gue emang pengemar rahasia loe. Maksut gue selama ini. karena kali ini gue pengen ngungkapin langsung," sambung pria itu yang makin membuat Thalita membatu. Ia tidak sedang bermimpikan?

"Thalita, gue cinta sama loe. Loe mau kan jadi pacar gue?”

Kata - kata yang di ucapkan dengan tegas itu seolah menghipnotisnya. Tanpa sadar Thalita mengangguk. Walau tak urung hatinya bergumam.

"Hei, Mungkin kah ada kisah seperti ini????"

Ending....!!

Detail Cerpen
Judul cerpen : Mungkinkah
Penulis : Ana Merya
Panjang cerita : 1166 kata