Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

Cerpen cinta Ketika cinta harus memilih ~ 13

Ketika cinta harus memilih part 13 _ yah masih seputar kisah cinta antara Rangga dan Cinta sih. Secara kisah ini kan emang kisahnya mereka berdua. Bener nggak?

Tinggal 3 part lagi baru kemudian end. Soal akhrinya happy or sad buat yang udah pernah baca di postingan sebelumnya pasti udah tau donk jawabannya. Ya kan? #Iyakan aja lah.

Okelah, berhubung admin ngepostnya juga nyolong waktu kerja, so nggak usah kebanyakan bacod. Langsung aja cekidot...


Ketika cinta harus memilih

Semalaman Rangga tidak bisa tidur. Matanya benar – benar tidak mau untuk di ajak kerja sama. Pikirannya juga saat ini melantur entah kemana. Sibuk mencerna ucapan – ucapan sahabatnya tadi siang.

Jujur saja saat ini ia benar – benar merasa andilau. Antara dilema dan Galau. Kalau ia seandainya memilih mengejar Cisa. Mungkin ia akan bahagia. Cisa orang yang sedari dulu ia sukai. Dan ia masih inggat, dulu ia tidak pernah peduli walapun Fadly sering melarangnya mendekati gadis itu. Dulu ia juga tidak pernah ambil pusing mengetahui Cisa sudah punya pacar. Yang ia inginkah hanyalah bisa bersamanya.

Tapi itu ‘dulu’. Kenapa ia mengunakan kata dulu?. Karena kini tanpa sadar cinta sepertinya juga sudah memiliki arti tersendiri dalam hidupnya. Ia memang sudah mati – matian menepis anggapan kalau ia menyukai gadis itu. Ia yakin itu tidak mungkin terjadi. Bahkan kedekatannya dengan cinta tidak lebih dari satu bulan. Apa mungkin dalam waktu yang sesingkat itu ia bisa dengan mudah jatuh cinta. Tentu saja tidak bukan?.

Rangga melirik jam yang tetera di hapenya. Sudah hampir jam satu pagi dan ia masih terjaga. Akhirnya diputuskannya untuk langsung tidur saja. Toh ia tidak mungkin harus terjaga semalaman hanya untuk mencari jawaban atas pertanyaan yang terlontar tanpa jawaban. Seperti yang Fadly katakan, ia hanya perlu menyadari perasaannya sediri. Terdengar mudah, tapi nyatanya itu terlalu susah.

Setelah sedari tadi hanya berbolek balik diatas ranjangnnya. Akhirnya Rangga berhasil tertidur.

*** Ketika cinta harus memilih ***

Begitu kelas nya berakhir Rangga segera keluar untuk langsung berlalu pulang. Saat melewati koridor ujung kelas tak sengaja matanya menangkap punggung kasih dan cinta duduk berdampingan di bangku depan tak jauh darinya. Berniat mengabaikan keberadaan mereka, Rangga justru malah menghentikan langkahnya saat terlinganya menangkap kata yang keluar dari mulut kasih.

“Cinta, kalau loe memang suka sama Rangga kenapa loe justru malah minta putus?”

Merasa sedikit terkejut sekaligus penasaran Rangga segera bersembunyi tak jauh darinya. Menguping pembicaraan mereka. Baiklah, ia tau mencuri dengar diam – diam itu tidak baik, tapi membicarakan orang lain di belakang juga bukan tidakan terpuji bukan. Terlebih apa yang mereka bicarakan sepertinya berkaitan dengan dirinya.

“Gue nggak suka sama dia” Bantah cinta kesel. Secara pertanyaan yang sama sudah berulang kali terlontar dari mulut kasih terhitung dari tadi setelah ia mengatakan tentang putusnya hubungan dengan Rangga.

“Gue pernah bilangkan kalau loe nggak bisa ngebohongin gue. Walaupun mulut loe sampe berbusa untuk membatahnya tapi mata loe justru malah mengatakan sebaliknya."

“Heh”Cinta mencibir. Sejak kapan mata mengambil alih tugas mulut? Pikirnya.

“Jangan sok blo’on. Gue mau sekarang juga loe kasi tau, kenapa loe sampe mutusin Rangga."

“Nggak_ada_tapi..” sambung Kasih memotong ucapan cinta yang bahkan belum sempat untuk di ucapkan.

“Memang nya segala sesuatu itu harus ada alasannya ya?” Cinta balik bertanya dengan tatapan menerawang jauh.

“Tentu saja. Bukannya setiap kata ‘kenapa’ selalu membutuhkan ‘karena’ sebagai jawaban” Balas Kasih tegas.

“Nggak juga. Menurut gue tidak semua kenapa harus selalu karena. Kan masih ada walaupun....” balas Cinta lirih.

“Ha?” kening Kasih berkerut bingung.

“Loe tau, Dulu kak rio nggak pernah ngasi tau kenapa di nggak ngajak gue untuk ikut pergi bersama. Terus nyokap gue juga nggak pernah ngasih alasan kenapa ia selalu berantem sama papa. Sementara papa sendiri, sepertinya juga tidak berniat untuk menjelaskan semuanya ke gue. Tapi walaupun begitu. Gue tau. Mereka melakukan itu karena mereka sayang sama gue. Kakak pasti tidak ingin gue terlantar karena ia sendiri belum mapan. Dia tentu juga merasa tidak yakin kalau seandainya gue bareng sama dia hidup gue bisa lebih baik. Dan mama. Walau dia ngga cerita gue juga ngerti dia ngelakuin itu karena nggak yakin gue siap untuk tau semuanya. Sementara papa. Walau ia terus marah – marah dan berantem sama mama ia tetap bertahan juga pasti karena tidak ingin gue bingung untuk menentukan pilihan. Jadi loe tau kan Tidak semua tanya ada jawabnya."

Kasih terdiam. Mencoba untuk mencerna maksut ucapan panjang cinta barusan.

“Apa itu artinya loe mutusin Rangga karena Cisa?”

Cinta menoleh. Menatap kearah Kasih yang jelas – jelas sedang mentatapnya intens. Lagi – lagi cinta tersenyum sebelum membalasnya.

“Salah satunya. Tapi bukan itu yang utama."

“Maksut loe?”

“Loe juga udah tau kan gimana hubungan Rangga sama Cisa dulu?” bukannya menjawab cinta malah balik bertanya. Walaupun bingung kasih mengangguk. Sementara Rangga sendiri justru malah terloncat kaget. Sama sekali tidak menyangka mereka mengetahui kisahnya. Bagaimana bisa?.

“Tapi Cisa itu hanya masa lalunya” Kasih mengingatkan.

“Tapi dia cinta pertamanya Rangga.”

“Memangnya kenapa kalau Cisa cinta pertama Rangga?. Apa loe berharap kalau Rangga balik lagi sam dia?” geram Kasih merasa kesel.

Dan mulut Kasih mangap tanpa suara saat mendapati kepala cinta yang mengangguk sebagai jawaban.

“Apa loe gila?. Memangnya ini masuk akal. Loe udah jelas-jelas suka sama Rangga tapi loe malah berharap di kembali bersama cinta lamanya?. Astaga cinta...” Keluh Kasih memijit – mijit kepalanya yang tiba –tiba berdenyut memikirkan ulah sahabatnya. “Tolong loe kasi gue alasan yang bener – bener masuk akal."

“Karena kalau seandainya Rangga bisa kembali mencintai Cisa , Mungkin gue juga masih bisa berharap kalau cinta mama sama papa juga bisa kayak dulu lagi."

Kasih menutup mulutnya sendiri dengan tangan sambil mengeleng kan kepalanya berlahan. Tidak tau lagi harus berkomentar apa.

“Jadi kalau loe harus memilih, loe akan lebih memilih melepaskan Rangga dengan harapan nyokap bokap loe balik lagi seperti dulu dari pada Rangga di sisi loe yang mungkin bisa memberikan kebahagian dimasa depan?” tanya kasih memberikan perbandingan.

“Nggak juga” lagi – lagi cinta membantah. Membuat kerutan di kening Kasih semakin bertambah. Dan kasih baru menyadari kalau jalan pikiran cinta sama sekali tidak bisa di tebak.

Kalau seandainya gue boleh memilih. Gue akan memilih untuk tidak mengenal Rangga sama sekali. Loe tau kenapa?”

Kasih terdiam menunggu kelanjutan kalimat cinta.

“Karena gue sudah terlalu lelah untuk berharap. Sangat lelah."

Rangga duduk bersandar didinding tak jauh darinya. Entah kenapa lututnya tiba - tiba terasa goyah mendengar kalimat terakhir cinta barusan. Ia jadi bingung. Apa yang harus ia lakukan saat ini. Ia tidak yakin kalau ia sebenernya juga suka sama cinta. Selama ini ia hanya merasa kalau cinta bisa sedikit mengalihkan dunianya. Cuma itu. Hanya saja saat ini. Saat ia melihat tatapan kosong cinta, hatinya benar – benar terasa sakit. Ada apa dengannya?. Benarkah yang ia cintai saat ini justru cinta. Lantas bagaimana dengan perasaannya pada Cisa?.

*** Ketika cinta harus memilih ***

Sambil terus melangkah pulang beriringan bersama kasih sesekali cinta menoleh. Menatap kesekeliling yang terlihat agak aneh.

“Kasih, sebenernya ada apa?”

“He?” kasih menoleh bingung. Kemudian mengalihkan tatapannya kearah sekeliling sesuai isarat cinta.

“Ada gosip terbaru ya?” tanya cinta lagi.

“O... iya. Loe belom tau ya?. Mereka...” Tunjuk Kasih kearah teman – temannya yang tampak bergerombol di sana sini “Lagi nungguin jemputannya pak Alvino."

“He?” gantian Kening cinta yang berkerut bingung.

“Ah elo. Beneran ketinggalan pesawat deh. Masa loe nggak tau. Di kampus kita kan lagi heboh soal temennya pak Alvino yang kemaren datang menjemput. Gila, loe tau nggak si. Orangnya keren banget. Wajahnya itu lho, menyilaukan” terang kasih.

“Oh ya?. Kok gue nggak tau."

“Ya iya lah loe nggak tau. Loe kan sibuk ngurusian masalah keluarga loe sama kelarnya hubungan loe sama Rangga."

Langkah cinta kontan berhenti. Kasih yang seolah baru menyadari ucapannya cepat – cepat meralat.

“Cinta, Maaf . Bukan itu maksut gue”.

“Nggak papa kok. Kan emang bener” Potong cinta sambil memaksakan diri tersenyum.
Kasih yang melihatnya jadi merasa tidak enak. Dalam hati ia merutuki mulutnya yang kadang memang suka asal .

“ Oh ya, loe bilangkan temennya pak Alvino keren. Memang sekeren apa si?. Setau gue Kasih yang gue kenal jarang banget muji orang” Cinta berusah mengalikan pembicaraan. Tidak ingin membuat kasih merasa bersalah.

“E,,, katanya si gitu. Gue juga kemaren Cuma melihatnya sekilas. Tapi beneran keren kok gayanya. Wajar aja si, kalau banyak yang nitip salam sama pak alvino."

“Kerenan mana sama pak Alvino?” tanya cinta lagi.

“Keren enggaknya itu kan relativ. Bisa aja gue bilang lebih keren dia eh tapi menurut loe masih kerenan pak Alvino."

“Oke deh, kalau gitu menurut loe pribadi aja deh."

“Tentu saja keren temennya” Balas Kasih langsung.

Cinta langsung menoleh. Dan Kasih hanya nyengir kuda sepertinya ia sadar kalau tadi ia terlalu antusias waktu menjawabnya.

“Ehem.... Maksut gue, Kalau menurut gue masih kerenan temennya kayaknya. Dari stylenya juga. Yah gue nggak bilang pak Alvino jelek sih. Hanya saja dia lebih keren."

“Hei kenapa loe senyum – senyum gitu?” tanya Kasih lagi saat mendapati cinta yang menatapnya sambil tersenyum – senyum nggak jelas.

“Loe juga kayak mereka kan?” tanya cinta jahil sambil menujuk kearah teman – temannya.

“Maksut loe?”

“Loe juga naksir sama temennya pak Alvino."

“Apaan si. Ya enggak lah” Kasih berusaha membantah. Tapi Cinta justru malah lebih tertarik untuk mengodanya.

“Hayo....”

“Ih loe apaan si. Loe bisa ngeledek gue itu pasti Cuma karena loe belom liat aja orangnya. Kalau udah liat gue yakin mata loe pasti melotot dan jadi kayak patung hidup saking terpesonannya” balas Kasih.

“Masa si?. Ah gue jadi penasaran."

“Ya udah kalau gitu kita tungguin aja. Dan gue berani bertaruh kalau loe pasti nanti nggak berkedip ngeliatnya” tantang kasih.

“Oke!. Siapa takut.”

“Ah, Panjang umur. Itu yang di omongin juga sudah datang” Tunjuk Kasih kearah gerbang. Dimana tampak seseorang yang mengenakan helm duduk diatas motornya. Tak jauh darinya tampak pak Alvino yang berjalan mendekat.

Masih dengan senyuman mengejek Cinta mengarahkan pandangannya kearah yang di maksut. Saat matanya menemukan objek yang di maksur, detik itu juga senyuman di bibirnya Raib tanpa jejak di gantikan Raut terkejut sekaligus tidak percaya.

“Namanya Ardian. Gimana keren kan?” tanya Kasih Sambil menoleh kearah cinta.

“Ah tuh kan bener, loe sampe nggak berkedip ngeliatinnya....” ledek Kasih sambil mencibir saat mendapati tatapan cinta yang seolah terkunci.

“Hei gimana?” tanya Kasih lagi. Kali ini sambil melambai – lambaikan tangannya tepat di depan wajah cinta yang terlihat seperti orang shock.

“Ih, Bahkan Reaksi loe Lebih lebai dari yang gue bayangkan. Masa sampai beneran kayak patung hidup gini."

Cinta masih mematung Tanpa suara. Lidah nya benar – benar terkunci. Padahal jujur saja saat itu ia ingin berteriak sekencang – kencannya agar mereka menyadari keberadaannya. Cinta yakin, walaupun orang itu mengunakan helm yang menutupi wajahnya tapi cukup dari poster tubuhnya cinta langsung mengenali. Tidak, ia tidak mungkin salah. Dia.....

“Cinta, loe kenapa si?” Tanya Kasih sambil menguncang tubuh cinta yang masih terpaku padahal pak Alvino sudah berlalu pergi.

“Ha?” Seolah baru sadar cinta menatap kesekeliling.

Sedikit linglung. Dikuceknya matanya karena berfikir mungkin ia bermimpi. Setelah yakin ia masih terjaga ia kembali mengarahkan pandangannya ke arah jalanan. Menatap lurus punggung pak Alvino yang mulai menghilang. Dan, Detik ini juga ia berjanji. Ia akan menemukan orang itu. Ia tidak akan mau lagi melewati ini semua sendirian. Bukankah ia sudah menemukan petunjuk orang yang dicarinya selama ini......


To be continue lagi aja deh. Ketemu lagi dengan ketika cinta harus memilih part 14.

Bye bye ~ ~ ~ Lovely Star Night ~ ~ ~
Ana Merya
Ana Merya ~ Aku adalah apa yang aku pikirkan ~