Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

Cerpen {Bukan} Sahabat Jadi Cinta ~ 02 / 10

Mumpung lagi mau, Admin rencananya pengen aktif nulis kumpulan cerpen lagi nih. Belajar mo ngasah pikiran lagi biar bisa kayak dulu. Secara di diemin ternyata bukan malah membaik eh malah makin susah buat nulis. Jadi kali ini Admin langsung bawain lanjutan Cerpen {Bukan} Sahabat Jadi Cinta ~ 02. Gimana lanjutan ceritanya, lanjut baca aja deh.

Oh iya, untuk mempermudah yang baca biar nggak bingung sama jalan ceritanya, mendingan baca bagian sebelumnya dulu deh agar nyambung. Untuk part satu bisa langsung di cek disini.

Cerpen Bukan sahabat jadi cinta
Cerpen Bukan sahabat jadi cinta

Seiring berlalunya waktu, hubungan Arsyil dan Ishida semakin akrab. Bahkan setiap hari mereka pergi dan berangkat sekolah barengan karena kebetulan rumah meraka memang searah. Namun seperti yang dijanjikan, hubungan keduanya tiada yang berubah. Walaupun begitu banyak orang - orang yang selalu meledek kedekatan mereka dan mengangapnya pacaran, keduanya sama sekali tidak terpengaruh.

"Ishida, Arsyil mana?" Tanya Arumy sambil duduk dimaping Ishida yang sedang santai membaca buku di bawah pohon jambu yang memang ditanam di halaman depan pekarangan sekolah. Apalagi tujuannya kalau bukan untuk penghijauan.

"Tau..." Sahut Ishida acuh.

"Tumben, biasanya juga kalian lengket terus ya?"

"Enak aja. Emangnya kita prangko."

"Jîɑaª˚˚ªaaª˚˚ªa♓.. X_X™ , dia baru nyadar. Semua orang disekolah kita udah pada tau kali. Kalau loe sama Arsyil itu udah kayak prangko," balas Arumy baling mencibir. Ishida hanya angkat bahu.

"Tapi ngomong - nogmong , loe ngapain nyariin dia?" Tanya Ishida tanpa mengalihkan perhatiannya dari buku yang ia baca.

"Emangnya loe belum tau ya?" Arumy balik bertanya heran.

"Tau A̐ªP̤̈Αªª an ?" Ishida ikutan memasang tampang yang sama.

"Eh busyed. Kalian kan udah akrab gitu. Masa loe nggak tau sih gosip yang lagi heboh disekolah kita."

"Gosip? Heboh?" Ulang Ishida masih tidak mengerti. Arumy membalas dengan anggukan semangat.

"Gue nggak tertarik."

Toeng. Arumy hanya mampu menghela nafas kesel. Sahabatnya yang satu itu memang tidak pernah berubah sama sekali. Sejak dulu ia mengenal gadis itu, ia tau kalau Ishida sama sekali tidak pernah tertarik untuk mengetahui urusan orang lain. Tapi kali ini kan masalahnya beda.

"Yakin loe nggak tertarik?"

Tak ada reaksi apapun yang ada di wajah Ishida selain gelengan kepalanya.

"Walaupun soal kabar jadiannya Laura dan Arsyil?"

Ishida menghentikan gerak tangannya yang sedang membalikan halaman buku dihadapannya. Matanya menatap terpaku kearah tulisan yang sudah ia baca barusan. Sementara Arumy sendiri menanti penuh minat akan reaksi yang akan ditunjukan sahabatnya kali ini. Tapi beberapa saat kemudian gadis itu kembali menghembuskan nafas kesel ketika melihat Ishida yang kembali hanyut dalam bacaannya.

"Akh, loe ngЪќ asik banget si. Masa diem aja."

"Lah, emangnya gue harus ngapain?" Ishida balik bertanya. "Masa iya gue harus manjat pohon sambil bilang pucuk pucuk pucuk gitu."

"Ya engЪќ gitu juga kali. Tapikan...."

Arumy tidak melanjutkan ucapannya saat wajah nya menatap kearah Ishida yang sedang menatapnya polos. Mata bening gadis itu tampak berkedap kedip menanti kelanjutan ucapannya.

"Sudah lah. NgЪќ penting juga. Lupakan!" Arumy akhirnya menyerah.

Ishida hanya angkat bahu melihatnya. Dan kembali bersiap untuk melanjutkan aktifitasnya membaca. Tapi sebelum hal itu terwujud, Arumy sudah terlebih dahulu merampas bukunya.

"Temenin loe makan yuk. Mikirin kalian bikin gue laper."

"Ya?!" Ishida menatap tidak mengerti. Tapi Arumy juga terlihat ogah untuk menjelaskan. Hanya saja tangan gadis itu erat menyeret sahabatnya untuk mengikuti kemana mereka akan pergi. Tau tau keduanya kini sudah duduk terdampar di kantin sekolah. Ishida menatap makanan yang terhidang di hadapannya tanpa minat. Dalam diam ia tanpak menghela nafas dalam. Dadanya terasa sesak, dan ia juga sama sekali tidak bernapsu untuk makan. Tapi karena merasa tidak enak pada Arumy yang duduk dihadapannya , terlebih ia tidak ingin gadis itu berfikir yang tidak tidak maka mau tak mau ia mencoba tersenyum. Dengan berlahan ia mulai menyendokan makanan kedalam mulutnya. Namun belum sempat sendok tersebut mencampai mulutnya, ia sudah terlebih dahulu berbelok. Dan tau tau sudah kosong. Saat Ishida menoleh, gadis itu hanya mampu menghembuskan nafas saat melihat raut polos tanpa rasa bersalah di wajah Arsyil yang entah sejak kapan berdiri disampingnya.

“Akh, kalian. Masa makan nggak ngajak ngajak sih,” gerus Arsyil sambil duduk tepat di samping Ishida. Bahkan dengan santai tangan pria itu terulur meraih jus alpukat yang ada di hadapannya. Minuman favorit Ishida.

“Emangnya loe dari mana saja?” tanya Ishida terlihat acuh. Arumy sendiri hanya mengeleng melihat ulah seendaknya Arsyil.

“Abis main bola. Makanya cape. Sama haus juga. Kalau gitu gue boleh minta jusnya kan?” kata Arsyil sambil meletakan gelas yang kini isinya hanya tinggal setengah.

“Eh,monyong. Dimana – mana itu orang kalau minta izin itu sebelum. Bukan setelah,” sambar Arumy yang lagi lagi hanya di balas cengiran tak bersalah Arsyil.

“Itu karena gue sudah haus banget tau. Sama lapar juga.”

Bunyi mangkok yang bergeser tepat kearah Arsyil membuat pria itu menoleh. Matanya menatap penuh tanya kearah Ishida yang baru saja melakukannya.

“Katanya laper. Makan aja,” terang Ishida menjelaskan.

“Terus loe sendiri?” tanya Arsyil heran.

Kepala Ishida mengeleng. “Gue lagi diet.”

“Diet?”

Arumy dan Arsyil tampak saling pandang. Merasa ada yang aneh. Sejak kapan sahabatnya kenal sama namanya program pengurusan badan itu. Tambahan lagi, Ishida sudah cukup kurus. Kalau sampai berat badannya turun lagi, justru mungkin ia malah akan terlihat seperti tiang listrik berjalan.

“Udah. Buruan di makan. Kalau sudah dingin nggak enak tau.”

Mendengar itu Arsyil hanya angkat bahu. Dengan belahan ia mulai menikmati makanannya.

“Arsyil, Ngomong - ngomong ada yang pengen gue tanyain tau sama loe,” kata Arumy sambil menikamti makanannya.

“Oh ya? Apaan?” tanya Arsyil tanpa menoleh. Perhatiannya sedang ia fokuskan pada makanan yang ada di hadapanya.

“Soal gossip yang beredar. Katanya loe jadian sama Laura. Itu bener ya?”

“Uhuk uhuk uhuk.”

Melihat Arsyil yang tersedak, secara otomatis Ishida mengulurkan jus miliknya. Apalagi pria itu memang belum memesan makanan sama sekali. Selang beberapa saat batuk nya mereda.

“Loe bilang apa?”

“Katanya loe jadian sama Laura. Itu bener nggak sih?” ulang Arumy lagi.

Arsyil tidak langsung menjawab. Dengan ekor matanya ia melirik kearah Ishida. Gadis itu sendiri justru tanpak sedang berbicara pada pelayan kantin yang di panggilnya untuk memesankan minuman di meja mereka.

“Itu gossip dari mana?” Arsyil kemudian lebih memilih balik bertanya kearah Arumy.

“Yah banyak sih anak anak yang bilang. Katanya kemaren ada yang liat loe makan bareng dia di Mega Mall. Lagian semua anak anak juga udah pada tau kali kalau tu cewek udah lama naksir sama loe,” terang Arumy lagi.

Ishida tidak berkomentar apa – apa. Hanya tatapan gadis itu saja yang tampak lurus menatap kearah Arsyil yang tanpak juga sedang menatapnya.

“Yee… kenapa loe malah mandangin gue kayak gitu. Santai aja kali. Loe kan nggak perlu izin dari kita – kita buah kencan sama cewek,” Ishida akhirnya buka mulut saat menyadari kalau sedari tadi Arsyil ternyata menatapnya dalam diam.

“Maksutnya?”

“Kalau loe juga emang suka sama dia, ya udah jadian aja. Kalau loe seneng, kita berdua pasti dukung kok. Iya kan My.”

“Eh,” Arumy yang tidak akan menyangka langsung di lemparkan pertanyaan begitu hanya menoleh kaget. Baru beberapa detik kemudian kepalanya mengangguk membenarkan.

“Jadi loe berharap gue jadian sama Laura?” tanya Arsyil kearah Ishida dengan raut serius.

Isida tidak langsung menjawab. Lebih tepatnya ia tidak tau harus menjawab apa. Hanya saja, kalau memang Arsyil menyukai gadis itu, kenapa tidak. Memangnya ia punya hak apa untuk menentangnya. Status merekakan hanya sebatas ‘sahabat’. Hanya memikirkan hal itu, tanpa sadar kepala Ishida mengangguk. Drrtt..

Suara kursi yang bergeser membuat Arumy dan Ishida sontak menoleh. Merasa heran ketika melihat Arsyil yang tiba – tiba berdiri. Belum sempat mulut keduanya terbuka untuk bertanya, Arsyil sudah lebih dulu buka mulut.

“Gue sudah kenyang. Jadi gue duluan ya. Biar makanannya sekalian gue yang bayar.”

Tanpa menunggu balasan, Arsyil segera berlalu. Teriakan Ishida yang memanggilnya sama sekali tidak ia indahkan.

“Tu anak kenapa si? Kenapa mendadak aneh begitu,” gumam Ishida lirih.

Arumy tidak membalas. Matanya kembali menatap kearah punggung Arsyil yang mulai hilang dari padangan. Ketika menoleh kearah Ishida, ia hanya mampu menghembuskan nafas lelah. Gadis itu terlihat santai menikmati minuman yang baru di pesannya. Sementara mangku mi soo yang tadi dimakan oleh Arsyil tampak masih setengah. Mendadak Arumy merasa menyesal. Ia menyadari kalau itu semu karenanya. Tidak seharusnya ia menanyakan hal itu.

“Loe beneran pengen tau kenapa?” tanya Arumy tiba – tiba.

“Loe tau dia kenapa?” tanya Ishida balik.

“Loe benar – benar nggak tau?” tanya Arumy lagi. Ishida hanya balas mengeleng. Matanya menatap lurus kearah Arumy dengan penuh minat.

“Hufh,” Arumy kembali menghebuskan nafas berat. Setelah terlebih dahulu menyingkirkan mangkuk makanannya menjauh, gadis itu melipat kedua tangannya di atas meja dengan tatapan yang terjurus lurus kehadapannya.

“Ishida, gue boleh nanya satu hal sama loe nggak. Tapi gue harap loe jawab jujur.”

Ishida tampak mengernyit heran. Kenapa raut wajah Arumy serius begitu. Memangnya apa yang ingin ia tanyakan. Karena merasa penasaran berlahan kepalanya mengangguk mempersilahkan.

“Kenapa sih, Arsyil nggak boleh suka sama loe?”

“Ya?” Ishida tanpak kaget. Tidak menyangka sahabatnya akan menanyakan hal itu.

“Loe ngerasa ada yang aneh nggak si? Hubungan kalian berdua itu udah dekat banget. Bahkan sejak awal – awal kita masuk sekolah. Sementara sekarang kita sudah kelas 3. Kemana – mana kalian juga sering berdua. Bahkan sampe sekarang diantara kalian nggak ada yang pernah punya pacar. Mungkin nggak sih kalau Arysil nggak jatuh cinta sama loe?”

Ishida terdiam. Gadis itu tampak mencerna ucapan sahabatnya. Tak urung kepalanya mengangguk sembari mulutnya bergumam lirih. “Loe bener. Tapi itu dia yang gue heran. Gue juga penasaran, kenapa Arysil nggak jatuh cinta sama gue ya?”

“Ishida, please deh ya. Gue nggak lagi bercanda.”

“Gue juga nggak sedang bercanda Arumy. Menurut loe kenapa Arysil nggak jatuh cinta sama gue?” tanya Ishida dengan tatapan menerawang.

“Tentu saja itu karena dia nggak ingin persahabatan kalian berakhir,” sergah Arumy cepat.

“Maskutnya?”

“Bukannya dulu loe sendiri yang bilang, kalau sampai dia jatuh cinta sama loe maka persahabatan kalian akan berakhir.”

Lagi – lagi ucapan Arumy membuat Ishida bungkam. Untuk beberapa saat suasan hening. Arumy sama sekali tidak mengerti dengan apa yang ada dalam pikiran sahabatnya.

“Jadi begitu? Akhirnya gue ngerti,” gumam Ishida beberapa saat kemudian. “Baiklah. Terima kasih atas penjelasnya Arumy. Loe emang sahabat gue,” kata Ishida sambil tersenyum.

“Ha?” Arumy melongo. Sungguh bukan reaksi seperti itu yang ia harapkan akan ia dapat dari ucapannya barusan.

“Kenapa loe malah bengong gitu?” tanya Ishida heran saat melihat Arumy yang hanya menatapnya tanpa kata.

“Ayolah. Kan loe sendiri yang bilang. Arsyil mungkin tidak ingin status persahabatan ini berakhir. Kalau memang itu yang dia inginkan, ya sudah. Gue akan tetap jadi sahabat dia. Terus kenapa loe masih menatap gue kayak gitu?”

“Kalau gitu loe jawab gue. Apa bener loe nggak pernah jatuh cinta sama Arysil?” tanya Arumy.

“Itu pertanyaan kedua Arumy,” sela Ishida mengingatkan. “Udah deh, kekelas yuk. Bentar lagi juga waktu istirahat udah habis. Buruan,” tambah Ishida sambil bangkit berdiri.

“Apa itu artinya enggak?” tanya Arumy lagi.

Tapi Ishida hanya membalas dengan angkat bahu sambil terus berjalan tanpa menoleh sama sekali.

Next ke {Bukan} Sahabat Jadi Cinta Part 03
Detail Cerpen
Ana Merya
Ana Merya ~ Aku adalah apa yang aku pikirkan ~

1 comment for "Cerpen {Bukan} Sahabat Jadi Cinta ~ 02 / 10"

  1. ceerpenya bgss baca jg y http://vorilfrens.blogspot.com/2014/04/cerpen.html

    ReplyDelete

Belajar lah untuk menghargai sesuatu mulai dari hal yang paling sederhana...