Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

Cerpen Cinta "Dalam Diam Mencintaimu" 02/04

#EditVersion. Oke guys, acara edit mengedit masih berlanjut. Masih seputar kisah cinta si Irma bareng si Rey yang di bungkus dalam cerpen dalam diam mencintaimu. Semoga aja kalian pada suka. Sekedar info, selain cerpen Requesan, cerpen ini juga kado ulang tahun untuk tu cewek. :D. Okelah, untuk yang penasaran sama kelanjutannya bisa langsung cek ke bawah. Untuk yang penasaran sama cerita sebelumnya bisa dicek disini.

Dalam Diam Mencintaimu
Dalam Diam Mencintaimu

Setelah hampir separuh jalan menuju kampus, Rey menghentikan motornya. Lagi – lagi ia menghembuskan nafas berat. Setelah berpikir untuk sejenak, ia kembali membalikan arah motornya. Tujuannya pasti. Halte bus yang tak jauh dari rumah. Walau kesel namun ia sadar, seumur – umur ia tidak pernah membiarkan Irma pergi kekampus sendirian.

Sampai di halte Rey merasa makin kesel sekaligus kecewa karena ternyata bis sudah berlalu. Memang belum jauh si, tapi mustahil ia mengejarnya hanya untuk meminta Irma agar pergi bersamanya. Memang alasan apa yang bisa ia pakai jika gadis itu menanyakannya. Akhirnya ia kembali melajukan motor kearah kampus, sengaja mengebut untuk mendahului bus itu. Perduli amat dengan Vhany, toh kemaren juga hanya basa – basi doank. Tadi juga ia hanya berniat untuk mengetes reaksi Irma saja.

Sesampainya di kampus, Rey segera melangkah kearah gerbang sambil terus berpikir. Kira – kira nanti ia harus menjawab apa jika Irma bertanya tentang Vhany. Dan belum sempat ia menemukan jawabannya, bus yang ditunggu muncul dihadapan.

Sampai bus kembali berjalan Rey masih tak menemukan sosok Irma diantara para penumpangnya. Tiba – tiba ia merasakan firasat buruk. Dengan cepat di keluarkannya hape dari saku. Menekan tombol nomor 1, panggilan cepat yang sengaja ia seting untuk gadis itu.

“Maaf nomor yang anda tuju sedang tidak aktif atau.....”

Rey segera menekan tombol merah saat mendengar suara operator sebagai balasannya. Pikirannya makin kusut. Ya tuhan, kemana perginya anak itu?.

*** Dalam diam mencintaimu ***

Tak tau mau kemana, akhirnya Irma menghentikan langkahnya. Pikirannya kusut, sampai kemudian sebuah ide terlintas di kepala. Tanpa pikir panjang lagi segera di keluarkannya hanphond dari dalam saku. Begitu melihat id yang di cari, ia langsung menekan tombol calling. Semenit kemudian ia mematikan panggilan dan langsung menghentikan taksi yang lewat. Namun bukannya kekampus, taman kota menjadi pilihannya.

“Kenapa si gue harus berurusan lagi sama masalah ‘cinta’ yang bikin ribet?”

“Lagi? Maksut loe?” tanya Irma saat mendengar nada mengeluh dari mulut Fadly. Sepupu nya yang sengaja ia ‘paksa’ untuk menghibur hati yang galau.

Fady tidak langsung menjawab. Namun kepalanya mengangguk membenarkan. Tangan dengan santai memainkan ‘kembang sepatu’ yang ia petik sembarangan dari pohon yang tumbuh terawat di taman kota. Tempat yang kini di jadikan ajang curhat oleh Irma yang nekat bolos kuliah.

“Kemaren temen gue waktu masih SMA juga bingung soal kisah cintanya. Namanya Rangga, udah jelas – jelas dia cinta sama pacarnya. Eh malah kerena mantan cewek yang di suka muncul lagi dia jadi galau. Untung aja kisahnya happy ending. La sekarang loe juga sama. Udah jelas – jelas loe katanya suka sama sahabat sekaligus tetangga loe, eh malah di ‘jodohin’ sama temen loe sendiri. Kalau memang niat bunuh diri kenapa gak loncat dari tebing aja si?”

“Sialan loe,” gerut Irma kesel. “Yang bilang gue pengen bunuh diri siapa? Lagian nie ya, masa ia harus gue yang ngomong duluan kalau gue suka. Mending kalau dia juga suka ma gue, la kalau enggak? Yang ada nie ya, bukannya malah happy ending justru hubungan kita malah jadi berantakan. Hu. Ogah deh."

“Terus sekarang maunya apa?” tanya Fadly lagi.
“Tau... hibur gue donk. Lagi galau nie. Kira – kira obat galau apa ya?” tanya Irma lagi.

“Baygon cair." #Ini Beneran Saran dari oma kan?. -,-'

“Pletak”

Sebuah jitakan mendarat telak di kepala Fadly atas balasan saran ngawurnya.

“Iya. Kalau minum baygon, galau memang menghilang, tapi nyawa juga melayang."

“Ha ha ha, itu pinter....” Fadly tergelak. “Lagian loe pake galau segala. Kayak manusia aja,” sambung Fadly terdengar mengerutu.

“Gue emang manusia,” geram Irma makin gondok.

Emosi bener deh ngadepin nie anak satu. Tiba – tiba ia jadi merasa menyesal minta di temani dia. Tau gini mendingan ia minta temenin Vieta aja kali ya. Walau tu anak polosnya udah kebangetan tapi paling nggak dia kalau ngomong gak nyelekit.

“Kalau loe emang manusia berlakulah layaknya manusia," nasehat Fadly lirih.

“ Maksudnya?”

“Dengar Irma. Tidak semua yang kita inginkan bisa kita dapatkan, itu memang bener. Tapi paling nggak berusahalah untuk mendapatkannya. Jangan terlalu cepat mengalah, apa lagi terburu – buru menentukan akhirnya yang jelas – jelas belum kita ketahui,” terang Fadly, kali ini dengan tampang serius.

Irma terdiam. Mencoba mencerna maksud dari ucapan sepupunya barusan.

“Tumben loe pinter."

“Pletak”

Membalas itu selalu lebih baik dari pada tidak ada balasannya,” kata Fadly cepat sebelum Irma sempat protes karena jitakan yang mendarat di kepalanya.

“Ya.... sekali-kali ngalah sama cewek kenapa si. Astaga, loe kan cowok."

“Gue emang cowok. Yang bilang gue banci kan cuma elo. So, kalo sama loe gue belaga jadi banci aja deh,” balas Fadly dengan santainya. Membuat Irma hanya mampu melongo tanpa bersuara. Ini orang beneran ajaib.

"Oh ya, loe katanya galau kan? Ya sudah, hari ini gue jadi sepupu yang baik deh. Kita jalan - jalan yuk. Suntuk juga disini mulu. Lagian gue juga udah lama nggak balik kesini. Kangen juga sama suasananya," ajak Fadly beberapa saat kemudian.

Sejenak Irma berpikir. Sepertinya itu ide bagus. Terlebih juga ia sudah kadung membolos. Akhirnya tanpa pikir panjang ia segera menyetujui saran Fadly barusan. Setelah puas jalan - jalan, tau - tau hari sudah sore. Saatnya Fadly untuk segera mengantarnya kerumah.

Begitu Fadly pergi, Irma berniat untuk segera melangkah masuk kerumah. Sedikit banyak pikirannya sudah mulai plong. Ternyata pada akhirnya Fadly memang bisa menghibur. Namun belum juga kakinya menginjakan beranda rumah, sebuah teriakan menghentikan langkahnya.

“Rey? Kenapa?” tanya Irma heran saat mendapati Rey yang berdiri di depan gerbang. Tangannya segera mengisaratkan pria itu untuk mendekat.

“Loe kemana aja? Kenapa hari ini bolos? Terus tadi yang nganterin loe siapa?” pertanyaan memberondong meluncur dari mulut Rey.

Untuk sejenak Irma terdiam. Kejadian tadi pagi kembali membayang di ingatannya. Apalagi saat ia tau kalau Rey dan Vhany... entah lah, tiba – tiba moodnya kembali down. Setelah terlebih dahulu menghela nafas ia berujar singkat.

“Bukan urusan loe kan?"

Selesai berkata Irma langsung berniat melangkah masuk, tapi tangan Rey sudah terlebih dahulu mencekalnya. Irma berusaha untuk melepaskan, tapi sepertinya tenaganya tidak sampai setengahnya dibandingkan tenaga Rey. Akhirnya Irma lebih memutuskan untuk menyerah.

“Loe kenapa si?” tanya Irma dengan nada lelah.

“Justru elo yang kenapa?” balas Rey balik.

“Oke, kayaknya gue kecapean setelah seharian ini abis jalan – jalan. Jadi sekarang gue pengen istirahat dulu. Jadi gue harap loe bisa ngerti kan?"

Mendengar ucapan dingin Irma barusan, gengaman Rey langsung terlepas. Memanfaatkan moment tersebut, Irma segera berlalu.

Setelah terdiam untuk sejenak Rey langsung berbalik ke rumahnya. Tiba – tiba saja ia merasa sangat ingin marah. Setelah seharian penuh ia mencemaskan gadis itu dengan pikiran – pikiran konyolnya ternyata dia justru saat itu sedang bersenang – senang. Astaga. Ternyata ia benar – benar bodoh.

Sementara Irma sendiri menyandarkan tubuhnya di daun pintu. Menyesal dalam hati atas apa yang sudah ia lakukan barusan. Kenapa ia bisa bersikap dingin seperti itu? Setelah berpikir untuk sejenak ia segera melangkah keluar. Ia harus meminta maaf pada Rey. Ia benar – benar tidak ingin hubungan mereka semakin memburuk. Namun sayang, saat ia keluar ia sudah tidak mendapati sosok sahabatnya di situ. Akhirnya dengan lemas ia kembali melangkah masuk kerumah.
Keesokan harinya, Irma segaja bersiap - siap lebih pagi dari biasanya. Setelah yakin kalau penampilannya oke, gadis itu duduk di bawah jambu depan rumah, tempat biasa dimana ia menunggu kemunculan Rey di depannya.

Sekali – kali Irma melirik jam yang melingkar di tangannya. Motor Rey masih terparkir di halaman. Itu artinya tu anak belom pergi. Tapi masalahnya, hari ini dia menjemput Vhany lagi nggak ya? Semoga saja tidak.

Saat ia masih sibuk dengan pemikirannya sendiri pintu gerbang depan rumahnya terbuka. Tampaklah Rey dengan motornya yang melangkah keluar dan berhenti tepat di hadapannya.

“Rey, hari ini kita pergi bareng nggak? Atau loe mau menjemput....”

“Gue nggak bareng sama siapa – siapa. Kalau loe memang mau bareng sama gue, ya sudah ayo naik,” potong Rey cepat.

Walau merasa serba salah saat mendapati nada bicara Rey yang terasa aneh dalam pendengarannya namun tak urung Irma manut. Segera duduk di belakang Rey sebelum kemudian motor itu kembali melaju.

“Ehem, Rey. Loe besok ada acara nggak?” tanya Irma mencoba membuka pembicaraan.

“Belum tau,” balas Rey singkat.

Irma kembali terdiam. Mulutnya terbuka untuk berkata namun kembali tertutup. Tiba – tiba ia merasa ragu.

“Kenapa?” tanya Rey beberapa saat kemudian.

“O.... Nggak kok. Gue Cuma nanya aja."

Rey juga diam. Sesekali ia melirik kearah Irma dari kaca spion. Dalam diam ia juga merasa bersalah. Ada apa dengan mereka , kenapa jadi terasa seperti orang asing begini?

“Oh ya, entar siang loe pulang bareng gue nggak?” tanya Rey begitu mereka sampai di halaman Kampus.

“Entar siang, kayaknya loe bisa pulang duluan deh. Soalnya gue ada urusan dikit sama si Vieta."

“Vieta?” tanya Rey dengan kening berkerut.

“Iya, temen gue. Yang pake kacamata itu. Masa loe nggak tau."

“O.... Dia, gue tau kok. Ya udah kalau gitu. Gue duluan,” pamit Rey sambil melangkah ke kelasnya.

“E... Rey!”

Rey segera berbalik. Menatap heran kearah Irma.

“Besok loe masuk berapa mata kuliah?” tanya Irma lagi.

“Tiga, kenapa?”
“O.... Nggak papa kok. Cuma nanya aja. Ya sudah, loe duluan deh."

Rey hanya mampu angkat bahu. Walau sedikit heran tapi ia tidak berniat untuk bertanya lebih lanjut. Moodnya belum seratus persen balik. Sementara Irma sendiri juga segera berbalik menunju kekelasnya. Saat melihat segerombolan (???) teman – temannya yang sedang mengosip ria, tiba – tiba saja sebuah ide jahil terlintas di kepalanya. Sembuah senyum samar terukir di bibirnya saat mengingat kejadian di ruang kesehatan kemaren. Kayaknya ini saat yang tepat untuk melakukan pembalasan. Dengan mantap di hampirinya anak-anak itu. Sepuluh menit kemudian barulah ia benar – benar berlalu pergi menunju kekelas dengan senyum puas. Erwin, MAMPUS LOE!!!.


Next To Cerpen Dalam Diam Mencintaimu Part 03

Detail Cerpen
  • Judul Cerpen : Dalam Diam Mencintaimu
  • Nama Penulis : Ana Merya
  • Part : 01 / 04
  • Status : Finish
  • Ide cerita : Curhatan Irma Octa Swifties tentang kisah hidupnya
  • Panjang cerita : 1.570 kata
  • Genre : Remaja
Ana Merya
Ana Merya ~ Aku adalah apa yang aku pikirkan ~